|
Magister
Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan
Pascasarjana
Universitas Muhammadiyah Malang
Reward
dan Punishment dalam Modifikasi Perilaku Siswa, untungnya?
dalam review
Makalah Organisasi dan Administrasi dalam Pendidikan
(Modifikasi Individu dalam Organisasi) oleh Putri Kusbandini
Dosen Pengampu: Dr. Masduki, M.Pd
Sebenarnya,
tidak ada pendidik yang menghendaki digunakannya hukuman dalam pendidikan
kecuali bila terpaksa. Hadiah atau pujian jauh lebih dipentingkan daripada
hukuman. Dalam dunia pendidikan, metode ini disebut dengan metode hadiah (reward)
dan hukuman (punishement). Dengan metode tersebut diharapkan agar anak
didik dapat termotivasi untuk melakukan perbuatan progresif.
Hadiah
sebagai alat untuk mendidik tidak boleh bersifat sebagai upah. Karena upah
merupakan sesuatu yang mempunyai nilai sebagai ganti rugi dari suatu pekerjaan
atau suatu jasa yang telah dilakukan oleh seseorang. Jika hadiah itu sudah
berubah sifat menjadi upah, hadiah itu tidak lagi bernilai mendidik karena anak
akan mau bekerja giat dan berlaku baik karena mengharapkan upah.
Reward bisa berbentuk pujian atau sanjungan
sebagai ungkapan penghargaan dan pengakuan atas prestasi yang dicapai. Pada
dasarnya ada dua tipe reward, yaitu social reward dan psychic reward. Yang termasuk social reward adalah pujian dan pengakuan dari dalam dan luar
organisasi. Sedangkan psychic reward datang dari self esteem (berkaitan dengan harga diri), self satisfaction(kepuasan diri) dan kebanggaan atas
hasil yang tercapai. Social reward merupakan extrinsic reward yang diperoleh dari lingkungannya,
seperti finansial, material, dan dan piagam penghargaan. Sedangkan psychic reward adalah instrinsic reward yang datang dari dalam diri seseorang,
seperti pujian, sanjungan dan ucapan selamat yang dirasakan siswa sebagai
bentuk pengakuan terhadap dirinya dan mendatangkan kepuasan bagi dirinya
sendiri.
Jika
kita bertanya dapatkan suatu hukuman yang sama yang dilakukan oleh seorang
pendidik terhadap beberapa orang anak, akan menghasilkan dampak yang sama pula?
Maka jawabnya adalah “Belum tentu” dan bisa juga “Tidak mungkin”. Biarpun
demikian, tiap-tiap hukuman mengandung maksud yang sama, yakni bertujuan untuk
memperbaiki watak dan kepribadian anak didik, meskipun hasilnya belum tentu
dapat diharapkan.
Banyak
orang mengartikan punishment sebagai tindakan kejahatan pada orang lain. Orang
yang tidak familiar dengan definisi punisment sebagai sebuah teknik, akan
percaya bahwa penggunaan punishment dalam memodifikasi perilaku adalah salah
dan berbahaya. Pengertian yang salah mengenai penggunaan teknik punishment
sebagai sebuah hal yang kejam dan jahat pada proses modifikasi perilaku adalah
salah karena penggunaan punishment dalam sebuah terapi memiliki tujuan spesifik
yang bertujuan untuk mencapai target perilaku.
Physical punishment (hukuman fisik) adalah salah satu
langkah yang dianggap efisien oleh sebagian guru untuk mencapai tujuan
pendidikan dan mengubah perilaku siswa. Tentu anggapan ini kurang dibenarkan,
bahayanya kemudian adalah dapat memicu kebiasaan siswa untuk mengerjakan
sesuatu bukan karena kesadaran, melainkan menghindari hukuman dan akhirnya akan
lahir sebuah generasi yang menjadikan kekerasan sebagai solusi yang terbaik
dalam menyelesasikan sebuah problem.
Masalah yang
timbul akibat punishment
1. Punishment dapat menghasilkan reaksi
emosional atau efek samping emosional lainnya.
2.
Penggunaan hukuman dapat menghasilkan jalan
keluar atau penghindaran perilaku (escape atau avoidance) oleh orang/individu
yang tingkah lakunya dikenakan punisher.
3.
Penggunaan
hukuman mungkin secara negatif menguatkan untuk orang yang menggunakan hukuman
dengan begitu dapat mengakibatkan penyalah gunaan atau hukuman penggunaan yang
berlebihan dari hukuman.
4.
Saat
punishment digunakan, penggunaan ia menjadi sebuah bentuk modeling, dan tingkah
laku dari individu yang dikenakan hukuman akan cenderung untuk menggunakan
hukuman pada masa mendatang.
5.
Punishment
sangat dekat dengan issue ras (etnik) dan issue kemampuan menerima.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar